Polres Sleman Siap Usut 10.700 Ton Emas Milik Soekarno
Yogya, BernasKapolres Sleman Letkol Pol Drs Antonius Joko Sutrisno menyatakan siap mengusut kasus dokumen harta karun palsu, berupa 10.700 ton emas, platinum, dan obligasi, dari almarhum mantan Presiden RI, Soekarno, yang didepositokan di Union Bank of Switzerland (UBS) di Swiss yang diduga melibatkan warga Sleman, bernama Musiran. Bila Polres Klaten meminta bantuan untuk mengungkap kasus ini, pihaknya akan menyelidiki dan mengusut hingga tuntas.
Dihubungi Bernas di Sleman, Minggu (9/4) malam untuk menanggapi kasus dokumen harta karun palsu yang diduga melibatkan warga Sleman sebagaimana dilaporkan dua orang asing di Mapolres Klaten, Sabtu pekan lalu, Kapolres menyatakan, hingga kini pihaknya belum dihubungi Polres Klaten.
Seperti diketahui, Maria Aurora Mosammat Khan (46) pemegang paspor Filipina dan Kairul K Salleh (40) pemegang paspor Brunei selaku kuasa Sultan Maulana Jamalul Kiram III dari Filipina, Sabtu lalu melaporkan warga Klaten, Jateng, bernama Tambo S Parman (70) ke Mapolres Klaten. Parman dituduh memberikan dokumen harta karun palsu, berupa 10.700 ton emas, platinum, dan obligasi, dari almarhum Soekarno dan seluruh Sultan di Indonesia, dan kepada Sultan Filipina itu.
TS Parman diduga menjadi anggota sindikat penipu internasional yang menawarkan harta karun untuk raja-raja di wilayah Asia Tenggara.
Sementara itu, Parman, kepada pers di Mapolres Klaten, Sabtu lalu mengatakan tidak tahu-menahu soal dukuman harta karun palsu itu. Pasalnya, dokumen tersebut milik wagra Sleman, Yogyakarta, bernama Musiran yang beristrikan orang Klaten. Ia menjelaskan, semula dirinya ditanya seseorang tentang dokumen itu dan ia menunjukkan bahwa pemiliknya adalah Musiran. Ternyata, justru dirinya yang diadukan ke Mapolres. "Saya tidak tahu apa-apa dan dokumen itu milik Musiran," kilah Parman.
Kapolres menambahkan, pihaknya belum menerima pelimpahan dan penyerahan perkara tentang dugaan pemalsuan dokumen perjanjian antara seluruh Sultan di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan almarhum Soekarno atas harta karun tersebut. Apabila nantinya tempat kejadian perkara (TKP)-nya bukan hanya terjadi di Sleman, masalahnya akan dilimpahkan ke Polda DIY. "Terus terang, kami baru tahu dari Anda. Atas informasi ini, kami akan berkoordinasi dengan Polres Klaten," papar Kapolres.
Sulit komunikasi
Aparat Polres Klaten sempat kelabakan menerima pengaduan dua warga Filipina itu, karena sulit berkomunikasi. Para pelapor sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Akhirnya dengan dibantu beberapa wartawan yang kebetulan berada di Mapolres, penyidikan berjalan lebih lancar. Pemeriksaan berlangsung hingga Sabtu malam.
"Nama Sultan of Sulu (Sultan Jamalul Kiram) tercemar gara-gara dokumen palsu yang diberikan TS Parman, warga Klaten sini," kata Maria dalam bahasa Inggris kepada Bernas.
Maria bercerita, informasi awal adanya harta emas lantakan milik Soekarno yang diberikan kepada Sultan tersebut diperoleh dari Syawal Tajib, warga Brunei yang berkebangsaan Malaysia. Saat itu, Syawal menghubungi Islamic Bank of Brunei (IBB) untuk mencari orang yang memerlukan dokumen penting itu. Dan IBB kemudian menghubungi Sultan Sulu.
"Akhirnya kami bertemu dengan Syawal. Dia bilang, kalau dokumen asli harta emas Soekarno yang tersimpan dalam deposit UBS di Swiss itu ada di tangan orang Indonesia (TS Parman dan Musiran)," kata Maria yang mengaku saudara dekat Sultan.
Akhirnya disepakati, Sultan mengirim orang-orangnya untuk mencek keaslian dokumen itu ke Indonesia. Setelah dicek oleh tim Sultan, ternyata dokumen itu memang asli. Akhirnya, Sultan datang sendiri menemui Parman dan Musiran untuk serah terima dokumen di sebuah hotel di Yogyakarta, 1 Januari 2000. Sultan menjanjikan uang 10 ribu dolar AS kepada keduanya, jika benar-benar bisa memberikan dokumen aslinya.
"Lembaran dokumen yang akan diserahterimakan itu berupa Certificate of AO Metal Deposite, Certificate of Family Heritage dan Certificate of Gold Deposite yang terdiri dari 12 lembar seperti ini," kata Maria sambil menunjukkan kopian dokumen yang dimaksud.
Saat itu, pihak Sultan meminta Parman dan Musiran ke Jakarta untuk memnunjukkan pada perwakilan UBS Jakarta dengan memberikan biaya tiket dan akomodasi. Ternyata, UBS Jakarta tidak berwenang dalam penanganan sertifikat deposit. Mereka berniat mengajak Parman dan Musiran ke Swiss, namun ditolak dengan berbagai alasan, tak punya paspor, tak ada waktu, dan takut ke luar negeri.
Malahan, kata Maria, setelah itu Parman justru meminta uang untuk dibagi dengan Musiran. Alasan Parman, Musiran miskin dan tidak punya pekerjaan tetap. Akhirnya Musiran dan Parman diberi uang sebesar Rp 17,5 juta.
"Kami yakin sertifikat yang asli masih ada pada Parman dan Musiran, karena waktu tim kami mencek dokumennya memang asli. Tapi, ternyata yang diserahkan kepada Sultan Sulu justru yang palsu. Kami mengadu agar jangan ada orang lain yang ditipu," katanya sambil menambahkan bahwa di rumah Parman dilihatnya banyak dokumen sejenis yang ditujukan kepada Sultan Bolkiah, Sultan Mataram Yogya, Malaysia, dan Sultan of Sulu itu.
Menurut Maria, Sultan Sulu sudah berusaha mencari surat-surat dokumen asli sekitar 40 tahun. Sultan yakin, keberadaan harta warisan tersebut, karena Soekarno sendiri yang memberitahukan langsung kepada Sultan sebelum dia meninggal. Untuk itu, Sultan telah membuat perjanjian untuk menyerahkan 50 persen harta warisan tersebut kepada Indonesia.
"Tidak lama lagi, Sultan of Sulu akan datang ke Indonesia menemui Megawati Soekarnoputri selaku putri Bung Karno untuk membicarakan hal itu," katanya.
Kapolres Klaten Letkol Pol Drs Mustafa Hari Kuncoro didampingi Kasatserse Kapten Budi Santosa mengatakan, pihaknya sedang menindaklanjuti laporan itu dengan meminta keterangan kepada Maria dan Parman.
Parman menolak
Parman seorang warga Desa Somopuro, Kecamatan Jogonalan, Klaten, yang diadukan Maria ke Mapolres Klaten menolak telah menipu, karena dirinya hanya bertindak sebagai perantara yang mengetahui informasi keberadaan dokumen asli.
"Saya dikenalkan dengan Maria melalui Syawal Tajib. Karena ada yang mencari dokumen atas nama Soekarno yang diberikan kepada Sultan Jamalul Kiram III dan saya tahu di mana dokumen itu, ya, saya informasikan. Dan, kalau saya dapat imbalan dari informasi itu, masak saya dituduh menipu," katanya saat ditemui Bernas, Sabtu (8/4) di Mapolres.
Menurut Parman, sebelumnya Sultan, melalui Maria, telah mencari dokumen kepada beberapa orang dan dia adalah orang terakhir yang dimintai tolong untuk mencari dokumen tersebut. "Maria datang kepada saya dan menanyakan dokumen itu, terus saya tunjukkan bahwa dokumen itu ada di Pak Musiran," kata Parman.
Parman menegaskan, dirinya saat ini hanya membawa foto kopi dokumen, sedangkan yang asli dibawa Sultan Jamalul Kiram yang telah diserahkan oleh Musiran dan dirinya, Januari lalu. "Dokumen asli itu sudah mereka bawa. Saya hanya pegang kopiannya," terangnya.
Soal uang yang diberikan sebagai jasa, Parman mengaku menerima Rp 5,5 juta dari Maria. Pada saat penyerahan sertifikat, Sultan memberi Rp 3,5 juta.
"Itu (uang) sebagai tanda ucapan terima kasih. Wajar kan saya dikasih imbalan, karena mempertemukan mereka dengan Musiran. Lagipula saya nggak pernah minta. Kini uang itu telah saya bagi dua dengan Musiran," kata Parman.
"Sebenarnya mereka yang salah, wong seharusnya saya menerima lagi 10 ribu dolar AS bila sertifikat telah cair," tambahnya. (amu/hri)